4 Aturan OJK Tentang Bisnis Peer to Peer Lending yang Perlu Kamu Ketahui

Pada tanggal 6 Desember 2016 silam yang lalu, lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan rancangan aturan tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Di dalam rancangan aturan tersebut, OJK berusaha mengatur berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna, atau yang biasa disebut dengan peer to peer lending (P2P lending).

Tidak lama berselang, tepatnya pada tanggal 29 Desember 2016 yang lalu, rancangan tersebut pun resmi diundangkan sebagai Peraturan OJK dengan nomor 77 / POJK.01 / 2016. Berikut ini adalah beberapa isi dari aturan tersebut yang perlu kamu ketahui.

Kepemilikan saham asing maksimal 85 persen


Hal pertama yang diatur oleh OJK dalam bisnis P2P lending adalah batasan kepemilikan pihak asing terhadap layanan yang bergerak di bisnis tersebut. Dalam pasal 3, OJK menyebutkan kalau pihak asing hanya boleh mempunyai saham sebesar maksimal 85 persen.
OJK pun mengizinkan pihak asing untuk berpartisipasi sebagai pemberi pinjaman, namun mereka tidak boleh mendaftar sebagai penerima pinjaman. Syarat lain yang harus diikuti oleh penyelenggara bisnis P2P lending adalah mereka juga harus terdaftar sebagai anggota asosiasi yang ditunjuk oleh OJK.

Modal minimal Rp 2,5 miliar

Untuk menyelenggarakan bisnis P2P lending, OJK mengharuskan kepemilikan modal minimal Rp1 miliar pada saat pendaftaran. Namun pada saat mengajukan perizinan, jumlah modal tersebut harus sudah naik hingga mencapai Rp2,5 miliar.
Nilai modal ini cenderung lebih ringan dibanding angka yang disebut OJK dalam rancangan aturan sebelumnya, yang menyatakan kalau modal minimal pada saat pendaftaran adalah Rp2 miliar, dan Rp5 miliar pada saat pengajuan izin.

Batas maksimal pinjaman dan bunga

Pinjaman Uang | Ilustrasi

OJK juga membatasi maksimal pemberian dana pinjaman dalam bisnis P2P Lending ini sebesar maksimal Rp2 miliar.
Berbeda dengan rancangan aturan yang dibuat sebelumnya, aturan resmi yang dirilis OJK ini tidak menyebutkan batas bunga yang dibolehkan dalam bisnis P2P Lending. Sebagai informasi, dalam rancangan aturan sebelumnya OJK menyebut kalau tingkat suku bunga yang dibolehkan adalah tujuh kali lipat dari BI 7-day Repo Rate per tahun, yang saat ini berkisar di angka lima persen.

Keharusan pembuatan escrow account

Dalam bisnis P2P Lending, seorang penyelenggara tidak boleh menyentuh sepeser pun dana pinjaman yang mengalir dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, dan sebaliknya. Mereka hanya boleh menerima komisi dari setiap transaksi pinjaman yang terjadi di platform mereka.
Simak bagaimana startup ini rela mengubah model bisnis demi menyesuaikan dengan aturan OJK
Untuk memastikan hal tersebut, OJK pun mengharuskan penyelenggara P2P Lending untuk menyediakan virtual account bagi setiap penerima pinjaman. Para pemberi pinjaman nantinya akan mengirimkan dana pinjaman ke virtual account tersebut.
Adapun untuk proses pelunasan, penyelenggara P2P Lending harus menyediakan sebuah rekening bersama alias escrow account. Penerima pinjaman harus mengirimkan kembali dana yang mereka pinjam ke rekening tersebut, untuk kemudian disalurkan kepada para pemberi pinjaman.

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto techinasia)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
Powered by Blogger.